top of page

MENGAPA KITA HARUS MENGIKUTI UPACARA?

  • Khistiara Ningsih
  • Aug 27, 2017
  • 2 min read

sumber: porosjakarta.com

Tahun 2017 kini tengah memasuki dua pertiga masa hidupnya. Bulan Agustus merupakan salah satu bulan yang paling bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setelah ratusan abad tersiksa karena kolonialisasi, akhirnya negara kita telah merayakan hari kemerdekaannya yang ke-72. Hal yang paling identik dengan perayaan kemerdekaan RI adalah upacara. Di luar tanggal 17 Agustus, upacara juga dilakukan saat peringatan hari besar nasional lainnya. Bahkan setiap hari Senin pun upacara dilakukan oleh pegawai-pegawai instansi maupun para pelajar.


Pernahkah kita bertanya-tanya tentang apa alasan yang mengharuskan kita mengikuti upacara? Seringkali kita tidak menyadari bahwa upacara mendatangkan banyak manfaat bagi kita, baik itu dari sisi kesehatan, psikologis, maupun kepribadian.


Pada hari Senin, kita dituntut untuk datang ke sekolah atau kantor lebih pagi daripada hari biasanya untuk mengikuti upacara terlebih dahulu. Hal ini ternyata membuat kita memperoleh beberapa keuntungan. Saat kita memulai aktivitas di pagi hari, kita menghirup udara segar dan rendah polusi yang dipercaya dapat meningkatkan kinerja otak. Udara inilah yang akan memberikan mood yang baik, sehingga pekerjaan kita lebih produktif.


Setelah berkumpul di lapangan upacara, maka kita membentuk barisan-barisan. Saat itulah tubuh kita dituntut untuk tetap tegap dan mengikuti upacara dengan khidmat. Kegiatan ini dapat melatih tubuh untuk diam dan mengendalikan emosi kita. Terkadang itu terasa sangat melelahkan. Tetapi apabila dibandingkan dengan lelahnya para pejuang kita? Kerja rodi dan romusha memaksa keringat dan darah mereka mengucur tanpa ada imbalan yang pantas, hingga kulitlah yang tersisa untuk membalut rangka-rangkanya. Masih patutkah kita mengeluh kelelahan karena upacara?


Bagian inti dari rangkaian upacara adalah pengibaran bendera. Mengapa kita harus hormat kepada selembar kain berwarna merah dan putih? Tentu kain pusaka tersebut memiliki filosofi perjuangan tertentu. Dahulu, tidaklah mudah untuk mengibarkan bendera kebangsaan di tanah air sendiri. Contoh perjuangannya adalah saat terjadinya insiden di Hotel Yamato, Surabaya pada 10 November 1945 silam. Pejuang surabaya merobek bendera Belanda (merah, putih, biru) menjadi bendera Indonesia (merah, putih). Menghormati bendera kebangsaan adalah salah satu bentuk terimakasih kita kepada mereka.


Menuju akhir upacara, petugas membacakan serangkaian doa yang harus kita ikuti dengan seksama. Lagi-lagi kita hubungkan dengan perjuangan yang lampau. Dahulu berkepercayaan pun tidak sebebas saat ini. Apapun kepercayaan dan agamanya, mereka dipaksa untuk mengikuti ritualnya bangsa penjajah. Mereka diperintahkan untuk membungkukkan badan menghormati matahari yang dianggap sebagai dewa pada agama Shinto saat ia terbit dan terbenam. Perlawanan yang dilakukan oleh K.H. Zaenal Mustafa justru menyebabkan beberapa pesantren di Jawa Barat dihancurkan. Mirisnya, beliau disiksa sebelum akhirnya dihukum mati. Maka dari itu, kita semestinya sadar diri untuk menghayati setiap doa yang dilantunkan saat upacara, karena sejatinya doa dapat menentramkan jiwa.


Pada akhir upacara biasanya terdapat bagian menyanyikan lagu wajib nasional. Setelah bermenit-menit lamanya kita berdiri tegap, alunan nada-nada diharapkan dapat merilekskan badan kembali. Aktivitas kerja pun siap dimulai dengan pribadi yang telah dibekali kesehatan raga, kedamaian jiwa, dan semangat nasionalisme yang semakin meningkat berkat upacara.

Referensi:

http://doktersehat.com

http://keluarga.com/1665/keuntungan-bangun-lebih-awal-di-pagi-hari

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Seikerei

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Insiden_di_Hotel_Yamatomamato


 
 
 

Comentarios


Kontak
Sekolah
Kharisma Bangsa
Jalan Terbang Layang No. 21, Pamulang, Pondok Cabe Udik, Kota Tangerang Selatan, Banten 15418

​​

taufikgurukami@gmail.com

  • Black Google+ Icon

Nama *

Email *

Judul

Pesan

Yeay, sukses!!

© 2017 Kharisma Bangsa 

bottom of page